Monday, September 29, 2008

Post Signature

Ini post signature untuk blog yang ke2naischool.post signature

Continue Reading
1 comment
Share:

Saturday, September 6, 2008

Ramadhan Tag

Dapet tag ini dari mama Talitha & Bunda Elang. Makasih banyak y, mudah-mudahan dengan adanya tag ini puasa kita makin tambah semangat :)



1. Copy gambar di atas lalu posting di blogmu.

2. Lanjutkan tags ini minimal ke 5 blogger muslim yang kamu kenal. Jangan lupa tinggalkan komentar pada blog mereka juga ya.

3. Tulis alamat blogmu (di bawah gambar) setelah alamat blog pemberi tags.


Tag ini mau Chi kasih ke...
1. Bunda Wafi - Biar tambah semangat puasanya karena baru alih tugas

2. Mama Aliya & Hasna - Hadiah untuk Aliya yang lagi mencoba puasa & Hasna yang lagi berulang tahun

3. Ibu Ki' - Yang baru pindah rumah, biar tambah semangat puasa di rumah baru

4. Bunda Aurell - Untuk aurell yang lagi kepengen ganti nama :)

5. Dian - Calon mama baru yang lagi suka kurma

Tetep ceria ya di bulan puasa ini...!!

Continue Reading
2 comments
Share:

Thursday, August 28, 2008

Berpikir Nalar Dan Kritis

Postingan ini Chi ambil dari webnya Yudhis & Tata, tapi sebenernya yang nulis adalah mas Yanuar dan postingannya bisa diliat di sini.

Berpikir Nalar & Kritis

Salah satu pekerjaan 'sambilan' saya sebagai dosen dan peneliti di Universitas Manchester adalah mendampingi mahasiswa program magister dan doktoral dalam menulis kertas kerja atau disertasi atau thesis mereka.

Bagi saya menarik mengamati dan terlibat bagaimana proses para mahasiswa itu menalar persoalan dan menjadi kritis. Saya tidak terlalu menghadapi masalah dengan para mahasiswa asal eropa pada umumnya. Mungkin karena mereka terbiasa dididik berpikir dan menalar secara kritis (dan independen). Tetapi saya menemukan hal yang berbeda ketika bekerja dengan para mahasiswa asal Asia dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Filipina (Singapura dan India tidak).

Mereka cenderung "setuju saja" pada apa yang dikatakan buku, enggan berpikir "out of the box". Proses menalarnya sangat "formal" dan bisa dibayangkan, jauh dari kritis. Dan saya makin sedih melihat fakta bahwa mahasiswa Indonesia rata-rata adalah yang paling lemah dibandingkan dua negara tetangga itu. Tentu ini bukan terjadi pada semua mahasiswa indonesia, tetapi setidaknya kecenderungan itu tampak jelas.

Memang sistem studi lanjut di sini (Inggris khususnya) menekankan kemandirian. Orang dilepas untuk mencari sendiri jawaban dari apa yang ditanyakannya. Orang dituntut untuk kreatif, dan pada saat yang sama, mandiri. Mahasiswa asal Indonesia nampaknya sangat tidak terbiasa dengan itu. Apalagi ditambah dengan kendala bahasa.

Karena biasa "dicekoki" sejak SD sampai kuliah, mereka tidak biasa berpikir dan belajar mandiri.Bahkan sering mereka tidak tahu apa yang dimauinya sendiri. Contohnya ketika diminta memilih satu dari lima topik untuk research paper, mereka datang ke saya dan bertanya "pilih yang mana ya mas?".

Padahal bukankah itu kebebasan yang luar biasa? Tetapi malah bingung diberi kebebasan seperti itu. Juga kalau ada tugas/assignment untuk mengeksplorasi teori atau gagasan, mereka sering bertanya, "yang mana yang sebaiknya dieksplorasi?" padahal itu kesempatan luar biasa bagi mahasiswa untuk menjelajah dunia ilmu.

Banyak orang ke Inggris karena pertimbangan kebebasan berpikir dan eksplorasi akademis ini. Tetapi nampaknya justru tidak demikian bagi kebanyakan mahasiswa kita, yang persis seperti ayam di lumbung padi yang bingung memilih beras mana yang mau dipatuk.

Sedih, ironis. Tak heran kalau mereka sering mereka mengeluh "stress" kepada saya. Tak banyak yang bisa saya lakukan kecuali mengadakan sesi di luar kelas untuk bimbingan menulis atau meneliti atau mengerjakan tugas. Saya sebenarnya tak pernah percaya orang indonesia itu kalah cerdas (kapasitas otak) dibandingkan dengan orang lain di dunia ini. Tapi, saya khawatir, sistem pendidikan kita tidak terbiasa mengoptimalkan kapasitas berpikir kita. Saya kira ini yang perlu dan harus diterobos.

Continue Reading
No comments
Share:

Sunday, August 17, 2008

Kreatif Blogger Award

Lagi musim award. Kali ini awardnya dapet dari bumil, Bunda Azra. Makasih ya bun...


It has been done according to the following rules:

1. The winner may put the logo on her blog.
2. Put a link to the person you got the award from.
3. Nominate 5 blogs.
4. Put links to the blogs.
5. Leave a message for your nominees

Dan kali ini pemenangnya adalah... (bingung nie kalo udah harus milih-milih... semuanya bagus-bagus)

Continue Reading
3 comments
Share:

Friday, August 15, 2008

Tentang 4

Dapet PR dari mama Talitha nih. Langsung kerjain, maklum Chi nih pelupa orangnya. Hehe...

Empat Kerjaan
Gak lama setelah lulus kuliah dapet kerjaan di 1. Matahari Dept. Store. Resign dari matahari milih jadi ibu rumah tangga sampe sekarang. Kerjaannya 2. Ngurus anak, 3. Ngurus suami, 4. Ngurus rumah. Hehe...

Empat Tempat Tinggal
1. Waktu kecil pernah tinggal di jl. Menteng Sukabumi, 2. Pindah ke daerah Ikip-Bekasi, 3. Sempet tinggal di jl. Naripan-Bandung 3 taun (SMA di sana), 4. balik lagi tinggal sama orang tua di Jatibening-Bekasi

Empat Film yang udah 100x di Tonton
1. Scooby Doo, 2. Tom & Jerry, 3. Barney, 4. Sesame street. Film anak-anak semua ya? Iya nie sebenernya gak terlalu suka nonton paling nemenin anak-anak aja (kecuali nonton scooby doo. Emang Chi suka tuh. Hehe..)

Empat TV Show Favorit
1. Cartoon, 2. Kick Andy, 3. Nanny 911, 4. Abdel & Temon

Empat Makanan Favorit
1. Makanan Sunda (iya atuh kan orang sunda. Hehe...), 2. Makanan padang, 3. Makanan Jepang (tapi taunya cuma hokben sama hanamasha aja. Hehe...), 4. Lagi pengen banget makan Tom Yam Goong nie...

Empat Situs Favorit
1. Blog sendiri, 2. Blog temen-temen, 3. Google, 4. Fs

Kasih ke siapa ya lagi ya...? Kasih ke...
1. Bunda Nay
2. Mama Farrel
3. Ummi Syamil
4. Mama Olan

Selamat mengerjakan (selesai gak selesai kumpulkan ya.. hehe...)

Continue Reading
5 comments
Share:

Sunday, August 3, 2008

Great Buddy Award

Asik dapet award lagi dari Mama Talitha...!! Na-na-na-na Mudah-mudahan kita bisa terus bersahabat ya.. Makasih ya mom.. Dan award ini mau Chi kasih lagi ke..

"Postingan tentang parenting bikin Chi semangat terus belajar untuk menjadi FTM yang baik"
"Tempat tinggal kita (di Bekasi & Bandung) selalu berdekatan, tapi gak pernah kopdar nie.. Hehe... mudah-mudahan kapan-kapan bisa ya"
"Ceritanya seru-seru (jalan-jalan terus. Hehe...). Lagian suka gemes kalo liat Laura nie.."
"Yang lagi semangat kasih ASIX untuk Shaina. Semangat terus ya mom... Terusin aja kayak Keke & Nai sampe 2 tahun lebih. Hehe..."
"Seneng banget baca ceritanya, apalagi kalo lagi ada festival-festival. Trus liat foto bentonya... mmmm yummy. Sekali-kali kirim bento ke sini ya. Hehe..."
"Kali aja kalo jalan-jalan ke Paris gak akan nyasar kalo sering baca blognya Vian. Halah apaan sie... ngayal banget!! Hehe... Tapi ceritanya di blognya juga seru-seru sie.."
"Sahabat barunya Keke & Nai yang pernah kasih Keke & Nai award dan lagi semangat-semangatnya jadi Bunda baru. Semangat terus ya Bun!!"
"Ini juga sahabat barunya Keke & Nai. Mudah-mudahan kita bisa terus sahabatan ya.."
Yup! Sebenernya pengennya semua sie dikirimin award, tapi ntar kepanjangan nulisnya. Ini aja katanya sih dimintanya cuma 5, tapi Chi bikin jadi 8. Hehe... Tapi yang gak kekirim semua tetep sahabatnya Keke & Nai..

Continue Reading
5 comments
Share:

Saturday, July 26, 2008

Usia Minimal Anak Masuk SD Tahun 2009 Adalah 7 Tahun

Tadi Chi baru aja pulang dari pertemuan orang tua murid di sekolahnya anak-anak. Disana pemimpin sekolah, berbicara tentang banyak hal. Salah satunya adalah adanya kemungkinan pemerintah akan membuat aturan baru untuk tahun ajaran 2009, bahwa usia minimal masuk SD adalah umur 7 tahun.

Aturan ini tadinya akan diberlakukan pada tahun ini, tapi kemudian di batalkan (alasannya tidak di ketahui). Bukan dibatalkan sih, katanya cuma diundur ke tahun 2009.

Walaupun menurut pemimpin sekolah semua ini baru berupa kemungkinan, tapi yang harus menjadi catatan & pertimbangan orang tua adalah bagaimana kalo peraturan itu jadi diterapkan? Mengingat sekarang ini kan pastinya banyak sekali lulusan TK yang berusia 6 tahun (bahkan mungkin ada yang kurang).

Chi pribadi yakin kalo peraturan ini jadi di terapkan pasti akan menimbulkan protes yang cukup besar dimana-mana. Tapi ya… bukan rahasia lagi kan kalo pemerintah sudah menetapkan suatu aturan mau protes bertebaran dimana-mana kek, kecil kemungkinan peraturan itu akan berubah. Realitanya seperti itu kan..?

Pemimpin sekolah anak-anak memberikan beberapa info alternative apabila peraturan ini jadi diterapkan. Salah satunya adalah masuk SD swasta. Karena berdasarkan informasi yang pemimpin sekolah anak-anak dapatkan, sekolah swasta masih mau menerima siswa yang berusia kurang dari 7 tahun (Kalo peraturannya jd diterapkan ya..) dengan syarat membawa surat rekomendasi dari TK asal yang menyatakan bahwa anak kita telah lulus dari TK tersebut & juga membawa surat keterangan dari psikolog yang menyatakan bahwa anak kita sudah cukup matang untuk memasuki jenjang SD.

Sementara untuk sekolah negeri, menurutnya ada kemungkinan tertutup bagi usia kurang dari 7 tahun. Karena sekolah negeri merekan kan mengikuti aturan pemerintah.

Alternatif lainnya adalah mengulang 1 tahun lagi di TK. Dan menurut pemimpin sekolah anak-anak kalo itu terjadi, sekolah sudah mengantisipasi tentunya materi TK B untuk anak yang mengulang dengan materi anak TK B yang baru naik dari TK A akan di bedakan.

Menurut Chi banyak selain alternative-alternatif lain selain 2 alternatif yang sudah disebutkan lagi. Sekali lagi Chi bukan ingin menakuti-nakuti, tapi Chi justru ingin mengajak rekan-rekan untuk sharing. Siapa tau dengan sharing akan terbuka beribu-ribu alternative yang tadinya tidak terpikirkan oleh kita semua. Jadi kita tidak hanya pasif & pasrah menerima peraturan pendidikan yang terus berubah-ubah, seolah-olah anak-anak kita ini hanya di jadikan kelinci percobaan. Biar gimana mereka adalah anak-anak kita kan, kita sebagai orang tuanya pasti lebih tau mana yang terbaik untuk anak kita.

Chi & Kak Aie sendiri sudah sejak lama memutuskan ketika anak-anak kami masuk jenjang SD nanti Insya Allah sudah sangat mantap untuk ber-HS. Jadi ada atau tidak ada peraturan ini pun sebenarnya tidak ada efeknya untuk kami ya? Tapi Chi sangat sadar gak semua orang tua memilih pilihan HS untuk anak-anaknya. Chi pun tidak bisa memaksakan pilihan Chi ini untuk semua pihak. Karena yang cocok & terbaik untuk anak-anak Chi belum tentu cocok & terbaik untuk keluarga lain. Jadi mari kita saling sharing ya… Walaupun aturan ini belum ada kepastian untuk di terapkan, atau kalo pun sudah pasti di terapkan kan masih 1 tahun lagi. Tapi gak ada salahnya kan kalo kita mulai dari sekarang untuik memikirkan? Daripada nanti kita cuma bisa terkaget-kaget, panik lalu akhirnya hanya bisa pasrah deh. Gimana moms? Sharing yuk…

Continue Reading
5 comments
Share:

Thursday, July 24, 2008

Jam Sekolah Jaman Sekarang

Kayaknya sekolah jaman sekarang durasinya panjang banget ya? Apalagi sekolah swasta... Hampir sama kayak orang kantoran.

Salah satu contohnya adalah anak tetangga deket rumah. Tahun ini dia keterima di salah satu SMA favorit di daerah Jakarta Pusat, yang emang dari dulu udah terkenal karena kualitasnya (maap ya... gak mau sebutin nama sekolahnya. Gak enak ah..). Bagus & mahal sie pastinya (mulai dari uang muka sampe SPP itungannya udah bukan ratusan apalagi puluhan ribu, tapi jutaan. Apalagi Uang mukanya tuh puluhan juta gitu deh..).

Jam sekolahnya tuh panjang banget dari jam 7 pagi sampe jam 5 sore. Karena rumahnya kan di Bekasi jadi dia naek jemputan, jam 1/2 5 pagi udah dijemput bo! Kalah tuh ayam.. Hehe... Adzan subuh juga belom kali jam segitu. hehe...

Sampe rumah lagi jam 7-an. belum kalo ada PR dari sekolah. Kata orang rumahnya kasian banget ngeliatnya.

Chi jadi mikir (tapi kalo ada yang gak sepakat sama pemikiran Chi jangan marah ya...), sekolahnya sie emang udah terkenal banget tapi sehat gak sie belajar sampe segitu lamanya? Trus boro-boro maen, istirahatnya aja kapan? Hhhh... berat banget ya?

Continue Reading
3 comments
Share:

Friday, July 18, 2008

Bingkisan


Dapet bingkisan nich dari Mama Talitha...
Makasih ya mom.. Award pertama nih.. Seneng banget deh..

Ini aturan mainnya:
1) Put the logo on your blog.
2) Add a link to the person who awarded you.
3) Nominate at least 7 other blogs.
4) Add links to those blogs on yours.
5) Leave a message for your nominees on their blogs.

Bingkisan ini Keke & Nai lempar lagi untuk :

Selamat mengerjakan ya...

Continue Reading
5 comments
Share:

Tuesday, July 15, 2008

MOS beda sama OPSPEK? Sama aja deh kayaknya...

Mulai senin kemarin Adhi ikut MOS di sekolahnya. Dia keterima di salah satu SMA Negeri di derah Jakarta timur.

Kalo diliat dari namanya sih udah berubah ya. Dulu itu kan OPSPEK sekarang MOS. Chi kirain modelnya kegiatannya juga berubah. Ternyata enggak tuh cuma ganti nama aja. Kegiatan sih tetep aja ngerjain siswa barunya disuruh bawa yang aneh-anaeh. Trus di sekolah di kerjain. Gak ada bedanya kan?

Emang sih kemaren liat di tv ada sekolah yang ngadain MOS tapi gak pake acar ngerjain gitu, bener-bener pengenalan terhadap sekolah. Tapi kayaknya masih banyak juga ya kegiatan MOS yang gak beda sama OpSpeK alias cuma ganti judul aja..

Continue Reading
No comments
Share:

Friday, July 4, 2008

E-book Dari Diknas

Ada kabar gembira nih dari Diknas, katanya kita bisa mendownload buku pelajaran gratis. Iklannya lumayan gencar kayaknya (pernah liat di tv juga).

Dengan semangat '45, mulai deh buka webnya di http://bse.depdiknas.go.id. Tapi ternyata sampe detik ini kok belom berhasil juga ya? Apa jangan-jangan internet di rumah nih yang lemot. tapi setelah search di google, ternyata kesalahan bukan pada komputer anda. Emang dari sananya yang bermasalah kayaknya. Kira-kira kenapa tuh?

Continue Reading
No comments
Share:

Monday, June 30, 2008

OGGIX Kok Error Terus Ya?

Untuk buku tamu di blog Chi, dua-duanya Chi pake oggix tapi udah beberapa kali kayaknya oggix kok error terus y? Ninja Padahal Chi seneng banget loh pake oggix, soalnya icon smileynya paling banyak. Hehe.. (I love smiley Kisses ). Tapi karena beberapa kali error terus, Chi jadi kepikiran untuk bikin alternatif ke-2, seperti yang dilakukan mom talitha.

Untuk shoutboxnya Chi pake shoutmix. Trus untuk counternya Chi ganti pake amazing counters. Nah kalo liat visitor di site meter kok langsung besar jumlahnya itu karena Chi start awalnya gak dari nol. Chi start dr angka 1275, karena waktu masih pake oggix visitor untuk blog ini kan udah segitu jumlahnya. Hhh.. mudah-mudahan aja shoutmix sama site meter gak gampang error juga.

Continue Reading
1 comment
Share:

Friday, June 6, 2008

Pendidikan Yang Curang

Sebelumnya pernah baca berita ini di koran kompas, sekarang di copy paste dari kompas.com. Kok adanya UN malah jadi seperti menciptakan budaya jelek ya? Gak mau ikutan jadi kayak gitu ah...

DIDAKTIKA
Pendidikan yang Curang



Senin, 26 Mei 2008 03:00 WIB
Nurhaji Ali Khosim


Siang itu, di sebuah sekolah dasar di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sedang berlangsung ujian tengah semester untuk kelas VI. Seorang ibu guru dengan tekun mengawasi anak didiknya. Murid-murid terlihat serius mengerjakan soal ujian.

Sekilas tidak ada yang aneh di dalam kelas itu. Tetapi, ibu guru tadi tidak bisa ditipu oleh tingkah murid-muridnya. Bagaimana tidak, sedikit lengah, anak-anak SD itu dengan terang-terangan di hadapan gurunya berani mencontek hasil pekerjaan temannya atau menjiplak buku yang ada di dalam laci bangku tanpa merasa bersalah.

Ibu guru itu bingung, tidak tahu harus berbuat apa agar anak-anak itu jera dan tidak berbuat curang lagi. Tidak ada sedikit rasa takut pada anak-anak itu ketika berbuat curang.

Dia tidak mungkin memukul atau menggunakan kekerasan fisik untuk membuat jera karena tindakan tersebut jelas akan ”melanggar HAM”. Tidak mungkin pula dia mengeluarkan anak-anak tersebut dari ruang kelas karena hampir semua murid mencontek atau menjiplak.

Memberi nilai jelek juga bukan solusi cerdas karena dia akan berhadapan langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan prestasi sekolah. Memberi peringatan dan ancaman malah menjadi bumerang bagi dia karena bisa dipastikan muridnya akan balik mengancam.

Ibu guru itu hanya berharap murid-muridnya segera lulus. Tidak lagi menjadi beban ataupun ancaman bagi dia maupun sekolah. Dia tidak lagi peduli, apakah siswa itu layak lulus atau tidak. Yang penting anak-anak didiknya akan lulus dengan nilai memuaskan, meskipun nilai tersebut didapat dengan cara curang.

Budaya menjiplak
Cerita di atas bukanlah ilustrasi atau rekayasa. Itu adalah kenyataan pahit yang terjadi pada dunia pendidikan kita. Berlaku curang dalam mengerjakan soal telah menjadi budaya pelaku pendidikan di Indonesia, dari anak-anak sekolah dasar sampai mereka yang kuliah pascasarjana.

Mencontek dan menjiplak bukan dominasi murid sekolah. Banyak ditemukan, skripsi dan tesis mahasiswa pascasarjana yang hanya copy-paste (proses mencetak ulang-menempel di komputer) dari karya orang lain. Bahkan juga guru-guru yang mengikuti seminar dan diklat bohong-bohongan hanya demi selembar sertifikat.
Pada tingkat sekolah dasar, berbagai trik dan cara dilakukan siswa untuk mencontek dengan cara sangat sempurna. Dari menyalin pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat tertentu hingga menulis materi pelajaran di meja. Mereka yang melek teknologi informasi dapat memanfaatkan telepon genggam sebagai sarana mencontek.

Mereka yang orangtuanya kelebihan uang dapat membeli bocoran soal dan kunci jawabannya sekaligus. Yang paling licik, mereka selalu mengawasi guru, yang seharusnya mengawasi murid-murid itu. Bekerja dengan usaha sendiri dan perilaku jujur sudah menjadi barang langka.

Mengapa siswa sekolah yang seharusnya telah mendapatkan pelajaran budi pekerti itu berlaku tidak jujur?

Sering dibohongi
Anak-anak berlaku curang karena sering dibohongi. Orangtua yang sering berkata bohong, membeli buku lembar kerja siswa yang isinya bohong belaka, terlalu sering melihat iklan televisi yang banyak bohongnya, hingga tayangan sinetron TV yang ceritanya juga melulu bohong.

Imbauan kepada anak didik agar selalu rajin belajar dan selalu berkata jujur akhirnya hanya menjadi omong kosong. Imbauan itu sama sekali tidak mempunyai makna jika anak didik tersebut tidak mendapatkan contoh nyata dari guru dan dari orangtua sendiri.

Anak-anak akan merespons dan akhirnya meniru perilaku orang dewasa. Perilaku anak-anak dipengaruhi oleh pengamatannya terhadap perilaku orang lain.
Tuntutan dari sekolah maupun dari orangtua untuk selalu mendapatkan nilai tinggi pada akhirnya memberi ruang gerak bagi siswa untuk melakukan perbuatan curang. Malas berpikir dan mencari jalan pintas adalah solusi.

Peran guru dan orangtua
Saatnya guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, orangtua, ataupun dinas pendidikan menjadi contoh perbuatan yang berdasar kejujuran. Guru tidak perlu membantu mengerjakan soal ujian hanya demi nilai tinggi.

Kepala sekolah juga tidak perlu menyogok karena hanya ingin menjadi pengawas sekolah. Begitu pula dengan dinas pendidikan, jangan memaksa kepala sekolah agar siswa sekolah binaannya lulus 100 persen.
Sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai harus dilakukan. Perilaku jujur bagi siswa merupakan modal menuju pendidikan ke arah lebih baik. Anak-anak hanya butuh contoh yang baik dari guru dan orangtua. Tidak lebih dari itu.

NURHAJI ALI KHOSIM Guru SD, Mengajar di Klaten; khosimjo@gmail.com

Continue Reading
No comments
Share:

Thursday, June 5, 2008

UASBN Bahasa Indonesia Aneh!

Habis baca berita tentang pendidikan di kompas.com, yang mengulas tentang keanehan dalam UASBN Bahasa Indonesia. Isinya seperti ini...

UASBN Bahasa Indonesia, Aneh!
Senin, 12 Mei 2008 00:15 WIB
Oleh Hanif Nurcholis

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2007 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional, pada Mei 2008 semua SD/MI di Indonesia akan menyelenggarakan UASBN. Salah satu mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia. Pada lampiran permendiknas tersebut ditetapkan cakupan standar kompetensi lulusan.

Dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tersebut termuat hal-hal yang akan diujikan, mencakup indikator-indikatornya, materinya, dan bentuk soalnya.

Untuk Bahasa Indonesia, SKL yang akan diujikan hanya aspek membaca dan menulis, sedangkan aspek mendengarkan dan berbicara tidak diujikan. Untuk mengetahui apakah siswa menguasai dua SKL tersebut atau tidak, ia akan diukur dengan alat uji berupa soal obyektif pilihan ganda sebanyak 50 butir dalam waktu 120 menit.

Melihat cakupan SKL yang akan diujikan dan instrumen ujinya, khususnya untuk SKL Menulis, sudah sepatutnya para guru, pakar pendidikan, pemerhati pendidikan, organisasi profesi pendidikan, dan masyarakat luas menolak hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) 2008 Bahasa Indonesia karena dua hal. Pertama, lingkup SKL yang diujikan tidak sesuai dengan SKL nasional. Sesuai dengan Permendiknas No 23/2006 tentang SKL, SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia terdiri atas empat komponen: Mendengarkan, Berbicara, Membaca, dan Menulis. Dengan demikian, dua SKL, Mendengarkan dan Berbicara, tidak diujikan, padahal siswa dilatih dan dibimbing oleh gurunya dalam proses pembelajaran untuk menguasai dua SKL ini.

Kedua, dilihat dari validitas isi, menguji kemampuan menulis dengan instrumen berupa soal pilihan ganda jelas sangat tidak valid.

Dengan hanya menguji SKL Membaca dan Menulis, berarti hasil UASBN yang menjadi penentu kelulusan tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya menguji 50 persen SKL nasional. Akan tetapi, sebenarnya hanya 25 persen sebab instrumen penilaian untuk SKL Menulis juga tidak valid.

Ketidaksahihan alat uji SKL Menulis tersebut terkait dengan keluarnya tiga kurikulum terakhir: Kurikulum 1994, KBK 2004, serta Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan 2006. Ketiga kurikulum tersebut sudah tidak mengamanatkan pengajaran kebahasaan/linguistik dan ejaan, tetapi pembelajaran keterampilan berbahasa.

Ketiga, kurikulum tersebut mengembalikan pelajaran bahasa pada khitahnya: sebagai alat komunikasi. Isi pelajaran bahasa adalah melatih siswa agar mampu berkomunikasi: mampu menangkap informasi dan gagasan dari luar (receptive ability) melalui aktivitas membaca dan mendengarkan, serta mampu menyampaikan gagasan dan pikiran sendiri kepada orang lain (productive ability) melalui aktivitas berbicara dan menulis.

Pelajaran kebahasaan dan ejaan hanya diajarkan sebagai pendukung agar kemampuan produktifnya, baik berupa tulisan maupun ucapan, sesuai dengan kaidah bahasa. Dengan demikian, hasil belajar SKL Menulis adalah kemampuan produktif anak, yaitu kemampuan mengembangkan gagasan yang berada di otak, lalu menuangkan gagasannya tersebut dalam bentuk tulisan di kertas berupa karangan sederhana, surat, pengumuman, puisi, pantun, teks pidato, dan lain-lain.

Hasil belajar SKL Menulis seperti itu, sesuai dengan Permendiknas No 20/2007 tentang Standar Penilaian dan Pedoman Penilaian Hasil Belajar (Depdiknas-Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah 2007), hanya bisa diukur dengan penilaian produk dan penilaian portofolio, bukan dengan tes obyektif pilihan ganda.

Bagaimana bisa, kemampuan menulis karangan sederhana, surat, pengumuman, teks pidato, puisi, pantun, dan lain-lain diukur dengan menyuruh siswa membaca stem dan option lalu memilih option. Menulis adalah kemampuan produktif, sedangkan membaca stem dan option lalu memilih option adalah kemampuan receptive karena hanya memahami gagasan dan logika orang lain lalu memilih mana yang paling logis dalam konteks kalimat/paragraf dan kebahasaan, sama sekali tak ada aspek produktif. Padahal, yang diminta SKL Menulis adalah siswa mampu memilih kata, menyusun kata menjadi kalimat, paragraf, dan wacana untuk membuat karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, teks pidato, puisi, pantun, dan lain-lain melalui olah otak dan gerak tangan (menulis di kertas).

Dengan demikian, soal UASBN untuk SKL menulis yang berupa pilihan ganda jelas sangat tidak valid karena bukan menguji kompetensi yang seharusnya diuji.

Jika memang Depdiknas tetap ngotot menyelenggarakan UASBN 2008 meskipun pengadilan (pertama dan banding) telah melarang, maka cakupun SKL Bahasa Indonesia yang diujikan harus semua SKL, sebagaimana tercantum dalam Permendiknas No 23/2006 tentang SKL. Jika Badan Standar Nasional Pendidikan dan Pusat Pengujian Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas belum mampu mengembangkan instrumen penilaian SKL Mendengarkan, Berbicara, dan Menulis, sebaiknya Mendiknas minta bantuan Pusat Bahasa Depdiknas yang telah mampu mengembangkan soal Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia.

Dengan demikian, siswa dinilai dengan instrumen penilaian yang valid. Siswa akan mampu mengerjakannya karena instrumen penilaiannya sesuai dengan pembelajaran di kelas. Akan tetapi, jika Depdiknas tetap menguji siswa dengan soal sebagaimana kisi-kisi soal Bahasa Indonesia USBN 2008, masyarakat wajib menolak karena hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara normatif dan teoretik.

HANIF NURCHOLIS Konsultan pada Dinas Pendidikan Tangerang; Tinggal di Cirendeu, Ciputat, Kabupaten Tangerang

Hmmm... gimana tuh?:-?

Continue Reading
No comments
Share:

Friday, May 23, 2008

HS vs Sekolah Formal (SF)

Kenapa memilih HS, ini dia hasil perbandingan kami..

Ujian & Ijazah
HS : masalah ujian & ijazah bagi HS-ers dikembalikan ke pribadi masing-masing. Kalo HS-ers mau ikut ujian & ijazah ya silahkan, Di kita kan udah ada tuh yang namanya ujian persamaan. Dan hasil ujian ini setara kok sama UANnya anak di SF. Jadi gak perlu takut gak bisa masuk ke PTN hanya karena kita HS-ers
SF : untuk ujian akhir, negara udah ngatur. Bahkan nilai minimal kelulusan pun di tetapkan oleh negara. Tapi kalo perhatiin undang-undang pendidikan yang tiap tahun berubah... terus, kayaknya kami jadi males banget buat SF. Belum lagi kalo liat di berita-berita gimana stress & tegangnya menghadapi UAN. Dan yang stress tuh semua pihak. Murid, orang tua, bahkan pihak sekolah pun stress. Kayaknya denger UAN tuh sama aja dengan kita kalo denger cerita horor deh. Ih... serem..!!!

Waktu
HS : Kalo HS itu lebih flexible. Terserah kita mau ngaturnya gimana. Mau belajar pagi, siang, sore, malem? Atau mau belajar lama, sebentar? Semuanya terserah. Lumayan deh jadi gak perlu repot-repot bangunin Keke untuk sekolah. Hehe... :DTapi yang paling penting adalah karena waktunya flexible kami berencana ingin memasukkan anak-anak ke beberapa kursus (cuma belom terlaksana sih..)
SF : Untuk urusan waktu udah ada yang ngatur, yaitu pihak sekolah. Kalo kita gak tertib (sering telat atau bolos) pasti bakalan ada sangsinya. Cuma buat kami kekurangannya adalah waktu sekolah yang panjang (apalagi kalo di sekolah swasta). Kami berpikir kalo anak-anak harus ikut berbagai kursus rasanya gak tega, takut kecapean. Paling banyak paling kami hanya memilih 1 macam aja. Padahal kursus itu penting rasanya..

Sosialisasi
HS : Banyak yang meragukan kemampuan anak HS-ers dalam hal bersosialisasi. Tapi dari info yang kami dapat, sebenernya gak ada yang perlu di takuti. HS-ers tetap bisa bersosialisasi. Memang bukan di sekolah, tapi yang namanya sosialisasi bisa dimana saja, di tempat kursus, di lingkungan rumah, dan lain-lain
SF : Di sekolah mereka pasti bersosialisasi. Tapi kalo dipikir-pikir lagi tergantung orangnya juga ya? Buktinya kalo berdasarkan pengalaman sih gak semua anak itu supel, banyak juga yang hanya mempunyai sedikit teman atau bahkan merasa gak punya teman sama sekali di sekolahnya.

Komitmen & Disiplin
HS : Ini justru yang kami takutkan kalo pada akhirnya memilih HS. Komitmen & disiplin sangat penting bagi HS-ers! Kenapa? Karena kalau dilihat-lihat HS-ers itu benar-benar bebas. Gak dituntut untuk ikut ujian, waktunya flexible. Nah kalo kita gak komit & disiplin, pasti kita akan menganggap sebebas-bebasnya dan pada akhirnya kita justru lupa untuk menuntut ilmu (gak ada yang kita hasilkan).
SF : Tetap butuh disiplin. Tapi kadang disiplin disini kadang terbentuk karena keterpaksaan. Misalnya harus belajar yang rajin supaya nilai ulangannya bagus. Yah... walopun gak semua siswa SF yang seperti itu sih... banyak juga kok yang disiplin belajar karena keinginan itu datang dari mereka sendiri buka dipaksa.

Masih ada beberapa pertimbangan kami. Tapi yang paling pokok ya yang di atas tadi. Ini sih pertimbangan untuk keluarga kami, jadi kalo ada yang gak sreg ya gak papa... Setiap orang pasti punya pertimbangan masing-masing. Mana baik-buruknya..

Sekarang sih anak-anak masih di SF (PG & TK), kami baru mau mulai nanti pas anak-anak SD. Tapi walaupun begitu, kami sudah mulai mempre-HS kan anak-anak, paling tidak dalam hal komitmen & disiplin

Continue Reading
No comments
Share:

Monday, May 19, 2008

Big Ideas for A Small Planet

Semalem nonton acara di Metro TV judulnya Big Ideas for A Small Planet. Baru kali itu nonton acaranya, sepertinya acara ini membahas tentang teknologi yang ramah lingkungan.

Bagus banget acaranya. Kemarin itu ada inventor yang bisa menciptakan plastik dari Jagung sebagai bahan utamanya, bahkan ada juga yang membuat mobil dengan kedelai & jagung sebagai bahan utamanya loh! Hebat banget deh!!

Tapi disini Chi mau ngebahas tentang plastik organik. Namanya Cereplast (cereal plastik). Dengan bahan utama jagung mereka bisa membuatnya menjadi bijih plastik yang kemudia bisa diolah menjadi berbagai macam produk dari plastik seperti gelas plastik, piring plastik, tas plastik, styrofoam, dll.

Menarik banget ya.. :-? Soalnya Chi pikir kebutuhan kita akan plastik kebutuhan yang serba salah. Keberadaan plastik & styrofoam itu sebenernya membantu banget. Coba aja bayangin, kalo kita bikin suatu acara pastinya akan lebih ringkas kalo peralatan makan & minumnya dari plastik atau styrofoam. Gak perlu cape-cape cuci peralatan makan, tinggal buang aja beres. Apalagi kalo pestanya itu banyak anak-anak sebagai tamunya. Kita gak perlu takut pecah, karena terbuat dari plastik atau styrofoam kan (paling takut tumpah doang).

Tp kalo inget bahwa styrofoam atau plastik itu bukan barang yang mudah terurai di tanah (katanya baru bisa terurai setelah 500 juta tahun), kayaknya serem banget ya? :-O Kasian bumi kita. Lagian kalo kita gak peduli sama bumi, pada akhirnya kita juga yang bakal nanggung akibatnya. Heh... bener-bener serba salah deh..

Nah begitu Chi liat cereplast ini, buat Chi sih orang yang menciptakan ini brilian banget! Katanya cereplast ini cuma butuh waktu 180 hari aja supaya bisa terurai. Mengenai kualitas, penemunya menjamin kalo kualitasnya sama dengan produk plastik & styrofoam yang ada di pasaran. Bahkan harganya pun katanya sih sama.

Wih... Kalo kualitas & harganya sama, tinggal tunggu apa lagi nih? Mudah-mudahan aja produk ini cepet-cepet diproduksi secara besar-besaran ya (atau memang udah). Atau kalo perlu mereka buka pabriknya di Indonesia. Soalnya kalo bahan bakunya jagung kayaknya negara kita diap deh (kan katanya Indonesia negara yang subur). Lagian di khawatirin kalo kita gak ikutan produksi (bisanya impor), jatohnya bakal mahal juga. Kalo udah mahal ya percuma aja deh, yang beli kemungkinan sedikit.

Hmmm... kira-kira bakalan terwujud gak ya? O'ya kalo mau tau lebih jauh lagi tentang cereplast, klik webnya aja.

Continue Reading
No comments
Share:

Friday, May 16, 2008

Sosialisasinya Anak-anak Home School

Banyak orang yang mengkhawatirkan kalo kita Home School tuh anak-anaknya bakal kurang sosialisasi. Awalnya Chi & Kak Aie juga berpikir seperti itu. Tapi setelah banyak mencari tau & berdikusi (ikut milis-milis Home School juga), kami jadi yakin kalo home school itu gak menyebabkan anak menjadi kurang bersosialisasi.

Yang kami tau sekarang masalah sosialisai itu sebenernya tergantung kitanya juga. Kadang anak yang nasuk sekolah formal gak jadi jaminan juga dia bakal pinter bergaul, buktinya banyak anak-anak di sekolah formal yang gak punya temen entah karena anaknya itu sendiri yang gak bisa bersosialisasi atau anaknya yang gak ditemenin sama temen-temennya.

Untuk anak HS mungkin mereka gak bisa merasakan suka dukanya berteman di sekolah formal (gak bisa ngerasain prom night :(). Tapi kan mereka bisa bersosialisasi ditempat lain. Di lingkungan rumah, di tempat kursus, atau lain-lain (yang penting tempat gaul yang positif aja).

Kami sih punya rencana kalo anak-anak Insya Allah jadi HS mau masukin mereka ke beberapa kursus, yang mungkin kalo mereka sekolah formal kami cuma mau masukin mereka ke satu macem kursus aja. Abis kasian, kalo liat jadwalnya sekolah formal pada panjang-panjang kalo mereka harus kursus lagi kapan istirahatnya?

So... gak perlu takut lagi anak kita bakal jadi kuper kan? :)

Continue Reading
No comments
Share:
Boleh Makan Di Kamar Gak?

Semalem Keke tanya ke Bundanya

Keke : Bun, Keke laper. Boleh gak Keke makan di kamar?
Bunda : Kalo mau makan di luar, jangan di kamar
Keke : Kenapa bun?! (Nadanya setengah protes). Karena Bunda lagi beresin kamar ya?
Bunda : Ya bukan karena itu juga.. Tapi namanya makan ya di meja makan. Kalo di kamar kan untuk tidur, nanti kamarnya kotor".
Keke : "Tapi kenapa waktu itu Keke boleh makan di kamar? Ayah sama Bunda juga suka makan di kamar! Kenapa sekarang Keke gak boleh"

Denger pernyataan Keke tadi ada rasa malu juga ya... Abis kita sebagai orang tua suka menuntut anak untuk berbuat sebaik-baiknya, tapi secara gak sadar kita malah kasih contoh yang jelek. Padahal anak seperti itu karena meniru kita.

Bunda : "Ya deh, Keke boleh makan di kamar tapi tunggu sampe Bunda selesai beresin kamar ya."
Keke : "OK bunda.."

Tapi akhirnya Keke makan di luar juga (Bundanya kelamaan bersihin kamarnya. Hehe...)

Continue Reading
No comments
Share:

Wednesday, May 14, 2008

Kenapa Harus Home School Sih?

Gak usah yang aneh-aneh lah cari sekolah! Anak lo emang bermasalah di sekolah ya? Kok Home School sih, gak takut anak lo nanti jadi gak punya temen?
Pertanyaan tadi sedikit dari beberapa pertanyaan dari keluarga & teman-teman ketika Chi bilang mau HS. Dan kebanyakan berkomentar negatif.

Benarkah HS negatif? Kalo Chi & kak Aie sih lebih melihat HS itu adalah sebuah pilihan, alternatif baru dari dunia pendidikan. Buat kami semuanya di kembalikan kepada individu masing-masing. Mau pilih sekolah formal silahkan, mau ber-HS ya silahkan.

Kalo dibilang kami mengatur kehidupan atau bahkan hak anak untuk memperoleh pendidikan, kayaknya kami sama sekali gak setuju ya.. Yang kami lakukan ini semua adalah untuk kebaikan anak-anak (setelah berpikir panjang & membandingkan positif-negatifnya sekolah formal & HS tentunya).

Sekarang kalo ada pertanyaan, apakah kami melibatkan anak-anak kami dalam mengambil keputusan ini? Jawabannya ya tidak terlalu. Karena anak-anak kan masih kecil. Kami lebih melihat dari karakter, dan karena Chi sehari-hari ada bersama mereka (ayahnya juga biarpun kerja tapi aktif juga memantau perkembangan ank-anak), jadi kami merasa Insya Allah tau tentang apa yang anak-anak kami suka atau tidak.

Pernah sih Chi coba tanya ke Keke. Chi tanya, "kalo kamu gak usah sekolah, belajar dirumah aja, kamu mau gak?". Pada saat itu Keke dengan antusias menjawab, "Mau, mau!!". Trus Chi tanya lagi, "Kalo Keke belajarnya di sekolah Keke mau gak?". Keke juga menjawab sama, "Mau, mau".

Buat Chi jawaban Keke tadi bukan jawaban asal-asalan, tapi emang kalo diperhatiin Keke itu senang belajar dimana aja. Kebetulan kali ini dia dapat sekolah yang menyenangkan, di rumah pun dia merasa selalu bermain aja (padahal lagi belajar)

Nah, sekarang kalo di sana mau, di sini mau tinggal kita sebagai orang tua yang memutuskan gimana baiknya kan?

Kalo kami memilih HS, salah satu alasan yang paling kuat adalah ribet aja ngeliat & denger tentang sistem pendidikan di Indonesia yang berubah-ubah terus. Kayaknya sekolah itu cuma untuk mengejar rangking & ijazah aja. Bukan ngejar ilmu. Padahal begitu terjun ke dunia nyata gak ada jaminan juga kalo yang punya ijazah bagus pasti bakal lebih berhasil. Akhirnya ketika kita sekolah, apalagi pas saat UN yang stress tuh semua. Siswa, Orang Tua, bahkan pihak sekolah. Duh gak mau deh kayak gini!!

Maka dari itu kami memilih untuk HS aja. Tapi kalo ada yang lebih milih sekolah formal, ya silahkan aja. Semuanya kembali ke individu masing-masing kan?

Continue Reading
No comments
Share:

Saturday, May 3, 2008

Mempertaruhkan Masa Depan Anak

Wih... serem amat judulnya ya.. Tapi memang seperti itu kenyataannya. Kenapa Chi serius banget mikirin pendidikan anak. Karena Chi gak mau hanya karena kita salah milih model pendidikan pada akhirnya masa depan akan yang berantakan.

Semua pilihan itu memang ada resikonya, ada untung & ruginya. Beberapa hal rasanya udah Chi ungkapin di tulisan-tulisan Chi yang sebelumnya.

Sekolah formal.
Sekolah formal yang bagus itu yang seperti apa sih? Beberapa waktu yang lalu Chi pernah dateng ke SD negeri deket rumah. Bukan sok gengsi atu "alergi" dengan SD negeri tapi SD negeri di deket rumah tuh gak ada yang bagus. Baru liat bangunannya aja udah kumuh. Kalo ujan beceknya minta ampun. Belom lagi gak adanya sistem keamanan. Anak bebas keluar masuk (padahal jaman sekarang kan ngeri banget ngebiarin anak berkeliaran gitu aja). Belom lagi 1 kelas isinya 40 anak (banyak banget bo!). Emang sih free uang pangkal bahkan SPP, malah kepala sekolahnya berani menjamin selama masa sekolah tidak akan ada biaya-biaya tambahan (bener gak nih? tau deh..). Ok lah, biaya mungkin free tapi apa Chi tega masukin anak di sekolah yang keadaaannya seperti itu? Rasanya gak deh..

Ada beberapa sekolah swasta disini. Ada 1 SD swasta islam yang bagus, yang jadi minat Chi. Biayanya? Cukup mahal, tapi kalo liat gedung, lokasi, & segala fasilitas lain yang ditawarkan rasanya terlihat "wajar" harga segitu. Belajar disana menggunakan bilingual, terutama untuk math & science full english. Kedengerannya bagus, trend, modern & gak ketinggalan jaman. Tapi apakah bagus yang menurut kita, bagus juga buat anak-anak? Apalagi yang Chi denger semakin bagus suatu sekolah (bagus & mahal), tuntutan belajarnya juga semakin tinggi. Makin "canggih" yang diajarinnya. Disini ada kekhawatiran anak-anak bukannya senang dengan sekolahnya tapi malah stress dengan segla pelajaran & tuntutan yang ada

Home School
Ini metode yang lagi Chi pilih. Chi pilih ini karena liat sifat anak-anak juga. Chi merasa anak-anak akan lebih berkembang justru apabila mereka diperhatikan dan ini agak susah didapatkan di apabila mereka sekolah formal (baca opini tentang sekolah ramah). Kalo ditanya apa ini pilihan yang paling tepat. Chi rasa untuk saat ini iya. Chi memang tidak bertanya ke anak-anak atau mengajak mereka diskusi tentang home school ini secara serius, karena Chi pikir di usianya mereka yang sekarang ini yang penting buat mereka adalah mereka senang menjalankan sesuatu. Buktinya Chi pernah tanya ke Keke apa dia seneng atau tidak dengan sekolah, Keke bilang dia seneng sekolah di al-alaq, gurunya & temennya baik-baik). Tapi waktu Chi bilang gimana kalo kamu gak usah pergi ke sekolah, tapi belajar di rumah gurunya bunda aja. Dengan antusiame yang sama dia juga bersorak kalo dia pengen banget diajarin sama bunda. Tuh bingung kan? Di sekolah dia mau, tapi gak sekolah juga mau. Hehe..

Tapi yang namanya keputusan emang bisa salah juga. Mungkin Chi sekarang berpikir kalo home school adalah metode yang paling tepat untuk Keke di SD nanti. Tapi kalo ternyata Chi salah, Chi cuma berharap semua kesalahan itu bisa segera di antisipasi & gak dibiarin berlarut-larut, Mudah-mudahan ya..

Continue Reading
No comments
Share:
Ijazah

Pentingkah ijazah bagi seorang home schooler?

Ada yang bilang kalo kita udah memilih home school kita jangan lagi mementingkan ijazah. Karena orang yang memilih home schooler adalah orang yang mandiri (tanpa ijazah pun insya Allah kita pasti bisa sukses).

Tapi di sisi lain ijazah bisa dianggap penting keberadaannya. Emang sih kita pasti pernah mendengar cerita-cerita sukses orang-orang yang sukses hidupnya walaupun dia tidak mempunyai ijazah (atau bahkan tidak sekolah). Tapi berapa banyak sih orang yang seperti itu?

Walaupun ijazah juga gak mutlak menjamin bahwa seseorang akan hidup sukses di kemudian hari, tapi ironisnya ketika kita melamar kerjaan masih banyak perusahaan-perusahaan yang melihat ijazah sebagai salah satu syarat penerimaan. Padahal ketika kita terjun ke lapangan kerja yang dibutuhkan adalah ketrampilan. Ironis kan?

Di dalam sistem pendidikan Indonesia, keberadaan homeschooling adalah legal. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di dalam UUD 1945 maupun di dalam UU no 20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat memiliki ijazah sebagaimana siswa sekolah dan dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi manapun jika menghendakinya (dikutip dari: www.sumardiono.com).

Kalo mau tau tentang dasar hukum & ujian kesetaraan bagi siswa home school klik disini aja.

Jadi apa ijazah itu penting bagi home school. Kayaknya sih balik ke pribadi masing-masing ya. Chi pribadi masih menganggap ya. Tapi Chi juga menyiapkan skenario terburuk, seandainya tidak dapat ijazah pun sampai saat ini Chi tetap berpikir home school adalah pendidikan yang terbaik untuk anak-anak Chi

Dan daripada pusing-pusing mikirin ijazah, kayaknya chi lebih milih berpusing-pusing untuk mencari ketrampilan yang tepat buat Keke & Nai.. Karena kalo pun nanti mereka gak punya ijazah insya allah dengan ketrampilan yang mereka miliki mereka akan tetap mampu bersaing di kehidupannya mereka nanti.. :)

Continue Reading
No comments
Share:
Home School Itu Mahal Gak Sih?

Ada yang bilang home school itu mahal, tapi ada yang bilang juga gak. Chi sendiri sih gak tau persis, kan belom ngejalanin. Tapi kayaknya tergantung dari kita juga ya.. Ya kayak sekolah aja ada yang mahal atau murah. Tinggal kitanya aja mau pilih yang mana.

Tapi Chi sendiri lebih melihat pengeluaran uang itu dengan worth it apa gak sih? Maksudnya buat apa cari yang mahal kalo dengan yang murah aja kita bisa dapetin yang sama. Makanya itu mungkin karena Chi suka mikir kayak gitu akhirnya suka lama kalo memilih-milih. Persiapannya panjang….

Kalo di home school kan katanya gak ada SPP bulanan, tapi Chi pikir kalo anak-anak jadi home school Chi akan tetap menyediakan budget bulanan untuk pendidikan mereka. Karena tiap bulan pasti ka nada pengeluaran untuk pendidikan mereka walaupun cuma untuk kertas, bolpen atau crayon aja tapi tetep harus di anggarin deh. Ya… untuk ngedisiplinin kitanya juga dalam hal budget.

Trus kenapa juga Chi pikir home school belom tentu lebih murah dari sekolah formal. Karena Chi punya rencana kalo nanti anak-anak jadi home school Chi mau masukin mereka ke beberapa kursus karena katanya home school kan waktu luangnya lebih banyak. Kursusnya sih bukan kursus yang kayak kursus matematik, atau pelajaran gitu tapi Chi pengen masukin mereka ke kursus menggambar, musik. Pokoknya yang lebih ke artnya deh. Kalo mereka sekolah formal juga Chi ada rencana pengen masukin mereka ke kursus, tapi kayaknya sih gak lebih dari satu. Abis kalo mau banyak-banyak kasian, jam pelajaran mereka di sekolah aja udah cukup panjang kalo harus ditambah kursus ini-itu kapan mereka istirahatnya?

Jadi kalo di pikir-pikir belom tentu murah ya.. home school mungkin gak ada spp tapi dengan segala rencana kursus ya bisa jadi malah lebih mahal. Untuk sekarang sih tetep masih milih home school, tapi kita liat aja nanti ke depannya.

Continue Reading
No comments
Share:

Friday, May 2, 2008

Kenapa Tertarik Dengan Home Schooling Sih?

Kenapa Chi memilih home school, pastinya karena menurut Chi home school lebih bagus daripada sekolah formal. Tapi arti bagus disini gak Chi peruntukkan untuk semua orang. Menurut Chi hidup itu (termasuk pendidikan) adalah pilihan. Yang namanya memilih pasti kita akan memilih yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada kan? Dan untuk pendidikan Chi & Kak Aie sepakat bahwa home schooling adalah pilihan yang terbaik untuk anak-anak kami.

Alasan kami memilih home schooling adalah:

Lokasi
Disini tuh (sampe saat ini) Chi belum nemuin sekolah formal yang sreg buat kami berdua yang lokasinya deket rumah. Masalahnya ketika anak-anak nanti sekolah yang anter-jemput kan Chi sendiri, kalo jarak sekolah mereka berjauhan gimana Chi ngatur waktunya? Jadi kami pikir kalo SD nanti Keke home school, masalah tentang lokasi pasti akan terselesaikan (karena tinggal anter-jemput) Naima aja. Apalagi kalo mereka berdua udah full home schooling, masalah lokasi sekolah udah makin terselesaikan (kan di rumah aja.. jadi gak ada ongkos. Hehe…)

Biaya
Chi & Kak Aie gak meniali biaya dari mahal apa gak sebenernya. Ya… walaupun kita bukan orang yang berlebih juga. Tapi Chi lebih seneng menilai pengeluaran uang kita dari segi worth it apa gak sih? Nah setelah diitung-itung kayaknya biaya yang akan kita keluarin untuk home schooling lebih worth it daripada sekolah formal d. Salah satu alasannya adalah karena yang ngajarin mereka nanti kan kami sendiri jadi kita lebih tau pasti biaya yang kita keluarin untuk pendidikan mereka tuh larinya kemana aja
Waktu
Selain banyak mencari info tentang home school, Chi juga banyak cari info tentang sekolah formal. Kalo diliat waktu belajarnya mereka Chi suka ngeri sendiri. Jam pelajarannya panjang banget! Chi jadi suka mikir, kapan mereka main? Kapan mereka belajar? Karena menurut Chi kalo kita sekolah formal, mengulang pelajaran di rumah itu penting (biar kita juga tau sejauh apa kemampuan mereka di sekolah). Tapi kalo di paksain velajar kasian juga ya… jam belajar mereka di sekolah udah cukup berat & panjang. Cuma kalo mereka gak belajar kitanya juga nanti yang khawatir. Duh jadi serba salah deh..

Sifat anak-anak
Anak-anak Chi tuh gak bisa dipaksa. Kalo dipaksa atau diharuskan untuk ini-itu bukannya nurut malah jadi mogok. Bukan maksud untuk memanjakan, tapi menurut Chi cara ngajarin yang tepat ke mereka ya secara bermain. Kalo dipaksa ya itu tadi ngambek atau mogok (liat deh crita ttg keola yang mau evaluasi). Trus Keke juga selain kritis banget dia juga selalu menuntut untuk diperhatikan. Diperhatikan disini maksudnya apabila dia merasa punya kemampuan & orang yang ingin dia tunjukkan kemampuannya kurang/tidak merespon Keke akan memilih untuk bungkam seterusnya. Akhirnya yang ada Keke malah tenggelam, bukan jadi menonjol (padahal kami yakin dia mampu). Nah itu ya kami khawatirin, maklum deh kalo nanti SD jumlah murid per kleasnya pasti lebih banyak dari TK. Iya kalo gurunya mampu melihat sifat & kemampuan anak-anak didiknya person to person tapi kalo gak?

Ya… kurang lebih itu deh pandangan awal kami tentang home school. Walaupun masih berupa “condong” ke home school (belom pasti menetapkan pilihan). Tapi semakin kami mencari info tentang pendidikan semakin kami sadar bahwa apapun bentuk pendidikan yang akan kami pilih nanti tujuannya adalah 1 untuk KEBAIKAN anak-anak kami. Amin

Continue Reading
No comments
Share:
Home School

Akhir-akhir ini pembicaraan tentang Home School memang lagi jadi pembicaraan “hangat” antara Chi & Kak Aie. Yup! Kita emang ada rencana ketika Keke & Naima nanti masuk SD, kita berdua pilih Home School aja buat mereka.

Tadinya sih gak kepikiran sama sekali sama Home School. Awal pembicaraannya justru berawal dari ngobrol iseng (tapi serius. Hehe….) tentang sekolah anak. Kita waktu itu berpikir bakal masukin Keke ke SD mana?

Kedengerannya jauh banget ya. Sekarang aja Keke masih duduk di Play Group besar, tapi kok yang dibicarain udah SD nya Keke? Kita punya alasan kenapa dari jauh-jauh hari udah ngebahas tentang SD Keke.Di deket rumah gak ada SD yang sreg sama pilihan kita (Gak banyak pilihan soalnya)

Chi pengen kalo Keke nanti SD, cari lokasi yang deket rumah. Soalnya kalo Keke SD nanti Naima kan udah TK, kalo jaraknya jauh-jauhan gimana Chi harus ngatur waktu untuk jemput mereka (maklum deh males ngandelin pembantu).Disini gak ada banyak pilihan untuk SD. Ada yang murah (SD negeri malah free), tapi ya gitu deh. Baru liat tempatnya aja udah males banget. Ada yang bagus, tapi mahal bo! Duh pusing deh..

Pembicaraan trus berkembang dengan mencari alternative lain, salah satunya Home School itu. Chi sendiri tadinya kepikiran home schooling nanti aja kalo anak-anak udah SMP. Alasannya, kalo masih SD biar aja mereka sekolah formal dulu. Nanti kalo udah SMP kan mereka udah bisa milih, kalo mereka milih home schooling ya silahkan tapi kalo enggak ya gak apa-apa. Eh ternyata Kak Aie malah bilang kenapa gak dicoba dari SD aja?

Merasa mendapat “lampu hijau” dari suami (abis Chi sempet berpikir kalo Kak Aie bakal gak setuju), Chi langsung semangat mencari info sebanyak-banyaknya tentang home school saat itu juga. Hehe…

Dan semakin Chi mencari info tentang Home School, kayaknya Chi semangat deh untuk menerapkan pendidikan home school ini ke mereka. Udah gitu Kak Arie juga setuju ternyata. Mudah-mudahan cocok juga ya untuk anak-anak.

Continue Reading
No comments
Share:

INSTAGRAM FEED

@soratemplates